Pahitnya "mengkudu" semoga menjadi obat penyembuh pada kisahku.
Unknown
November 04, 2017
0 Comments
Hi, Panggilan ku Sasya. Ibu memberi namaku Sasya Ardinigrum. Aku 28 tahun. Aku istri dan belum menjadi ibu setelah 3 tahun menikah. Dari awal menikah kami memang tak pernah hidup bersama. Aku di Bengkulu tepatnya di Kabupaten Muko-muko. Dan dia suami ku melanjutkan melanjutkan sekolah spesialisnya di Medan, Sumatra Utara. Sebenarnya keputusan untuk tak hidup dalam satu rumah bersama bukanlah keputusan kami. Aneh bukan? Ya memang begitu! Saat digoyong pindah ke Muko-muko aku ingin PTT daerah, tak lama hanya sekitar 7 bulan kemudian nasib mulai mengambil alih. Kemenkes mengangkat semua dokter PPT menjadi Pegawai Negeri Sipil. Ya aku seorang dokter dan sudah PNS. Kalau kuceritakan keorang-orang orang akan menilai harusnya aku bersyukur dapat dengan mudah menjadi PNS.Maklumlah bagi kebanyakan orang Indonesia khususnya Ibu dan Bapakku, Ibu dan Bapak mertuaku, PNS itu sangat diinginkan banyak orang, sebenarnya ini tidak berlaku untukku tapi sayang saja tak satupun yang menanyakan aku suka atau tidak. Jadilah sejak pengangkatan itu, aku semakin yakin dapat hidup 1 rumah Cuma mimpi. Ya sebenarnya Cuma mimpi hingga suamiku selesaikan pendidikannya.
Ibu
dan Bapak mertuaku sangat baik, adik iparku juga. Semua saudara iparku
laki-laki. Tinggal dirumah mertua secara keseluruhan bagiku sebenarnya
baik-baik saja. Tapi tentu ada rongga yang tak mampu aku urai dengan kata-kata.
Kalau kau nanti mencobanya aku rasa kau akan mengerti.Hidup tidak 1 rumah
dengan suami bukan perkara mudah. Ditambah lagi akhir akhir ini komunikasi
sangat buruk dengannya. Nanti akan keceritakan seberapa buruknya.
Karena
belum juga dititipkan Allah seorang anak agar tidak terlalu jenuh. Jenuh? YA
sangat jenuh. Muko-muko kabupaten baru berkembang 2 tahun. Tak ada apa apa
disini, pusat pemerintahan yang terpusat di satu tempat, Pom bensin, 2 rumah
makan besar “BEGADANG” 2 toserba “AD”. Ya kira-kira begitulah . Sekali lagi
kukatakan tak ada apa apa dan aku sangat jenuh.
Akhirnya
kuberanikan diri membuka tempat perawatan wajah. Membuka tempat perawatan wajah
ini pun akhirnya kesesali. Hahaha.Aku membukanya mungkin tanpa pertimbangan
yang matang, tanpa modal yang cukup, tapi mendapatkan support dari semua orang.
Ibu dan Bapakku, Ibu dan Bapak mertua dan suami ku. Diawal memang perawatan
wajah ini cukup menghasilkkan, cukup menghabiskan waktu, cukup mengurangi
jadwal berantem aku dan dia karena aku sudah kelewat capek dan lebih memilih
tidur. Tapi kumudian entah karena daerah yang baru berkembang atau karena
sevice tempat perawatan wajahku yang masih kurang, karena maklum aku belajarnya
hanya 3 bulan ditempat kenalan ku waktu koass dulu. Atau mungkin karena belum
rezeki si klinik. Si klinik perawatan wajahku ini mulai membuat masalah baru
untukku. Aku tak tahu waktu hamil ibuku mengidam apa. Aku adalah anak yang
cepat sekali stress, cepat sex menangis, kadang aku juga membenci diriku
sendiri. Sebenarnya aku tak bisa menulis tapi sampai saat ini aku belum punya
makhluk bernyawa yang mau kuajak bercerita.. eh bukan yang mau mendengarkan
panjang lebar ceritaku tanpa punya komentar. Ya aku tak punya! Aku tak mungkin
meceritakannya pada ibu ku. Ibuku penangis, boro-boro akan mendengarkan cerita
ibu pasti menangis duluan ketimbang aku. Ke ibu mertua? Itu juga tak mungkin
saja pikir ku! Kesuami ku? Sama saja bohong! Aku rasa masalahnya lebih banyak
dari pada aku. Jadilah dari pada aku menangis tak berkesudahan aku pilih untuk
menulis. Ya menulis begini it’s work,.. lumayan lega. Semoga cerita “mengkudu” pahit
ini menyembuhkan kita nanti. Aamiin.